KUHAP
(Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana) Pasal 176, Pasal 177, Pasal 178, Pasal
179 dan Pasal 180
Pasal 176
(1)
Jika
terdakwa bertingkah laku yang tidak patut sehingga mengganggu ketertiban
sidang, hakim ketua sidang menegurnya dan jika teguran itu tidak diindahkan ia
memerintahkan supaya terdakwa dikeluarkan dari ruang sidang, kemudian pemeriksaan
perkara pada waktu itu dilanjutkan tanpa hadirnya terdakwa.
(2)
Dalam
hal terdakwa secara terus menerus bertingkah laku yang tidak patut sehingga
mengganggu ketertiban sidang, hakim ketua sidang mengusahakan upaya sedemikian
rupa sehingga putusan tetap dapat dijatuhkan dengan hadirnya terdakwa.
Pasal 177
(1)
Jika
terdakwa atau saksi tidak paham bahasa Indonesia, hakim ketua sidang menunjuk
seorang juru bahasa yang bersumpah atau berjanji akan menterjemahkan dengan
benar semua yang harus diterjemahkan.
(2)
Dalam
hal seorang tidak boleh menjadi saksi dalam suatu perkara Ia tidak boleh pula
menjadi juru bahasa dalam perkara itu.
Pasal 178
(1)
Jika
terdakwa atau saksi bisu dan atau tuli serta tidak dapat menulis, hakim ketua
sidang mengangkat sebagai penterjemah orang yang pandai bergaul dengan terdakwa
atau saksi itu.
(2)
Jika
terdakwa atau saksi bisu dan atau tuli tetapi dapat menulis, hakim ketua sidang
menyampaikan semua pertanyaan atau teguran kepadanya secara tertulis dan kepada
terdakwa atau saksi tersebut diperintahkan untuk menulis jawabannya dan
selanjutnya semua pertanyaan serta jawaban harus dibacakan
Pasal 179
(1)
Setiap
orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakirnan atau dokter
atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan.
(2)
Semua
ketentuan tersebut di atas untuk saksi berlaku juga bagi mereka yang memberikan
keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa mereka mengucapkan sumpah atau janji
akan memberikan keterangan yang sebaik-baiknya dan yang sebenarnya menurut
pengetahuan dalam bidang keahliannya.
Pasal 180
(1)
Dalam
hal diperlukan untuk menjernihkan duduknya persoalan yang timbul di sidang
pengadilan, hakim ketua sidang dapat minta keterangan ahli dan dapat pula minta
agar diajukan bahan baru oleh yang berkepentingan.
(2)
Dalam
hal timbul keberatan yang beralasan dari terdakwa atau penasihat hukum terhadap
hasil keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hakim memerintahkan
agar hal itu dilakukan penelitian ulang.
(3)
Hakim
karena jabatannya dapat memerintahkan untuk dilakukan penelitian ulang
sebagaimana tersebut pada ayat (2).
(4)
Penelitian
ulang sebagaimana tersebut pada ayat (2) dan ayat (3) dilakukan oleh instansi
semula dengan komposisi personil yang berbeda dan instansi lain yang mempunyai
wewenang untuk itu.