Ada
dua metode yang sering dipakai dalam meneliti perkembangan manusia, yaitu longitudinal dan cross sectional. Dengan metode longitudinal, peneliti mengamati dan
mengkaji perkembangan satu atau banyak orang yang sama usia dalam waktu yang
lama. Misalnya penelitan Luis Terman (dalam Clark, 1984) yang mengikuti
perkembangan sekelompok anak jenius dari masa prasekolah sampai masa dewasa
waktu mereka sudah mencapai karier dan kehidupan yang mapan.
Perbedaan
karakteristik setiap saat itulah yang diasumsikan sebagai tahap perkembangan.
Penelitian dengan metode longitudinal mempunyai kelebihan, yaitu kesimpulan
yang diambil lebih meyakinkan, karena membandingkan karakteristik anak yang sama
pada usia yang berbeda-beda, sehingga setiap perbedaan dapat diasumsikan
sebagai hasil perkembangan dan pertumbuhan. Tetapi, metode ini memerlukan waktu
sangat lama untuk mendapat hasil yang sempurna.
Dengan
metode cross sectional, peneliti
mengamati dan mengkaji banyak anak dengan berbagai usia dalam waktu yang sama.
Misalnya, penelitian yang pernah dilakukan oleh Arnold Gessel (dalam Nana
Saodih Sukmadinata, 2009) yang mempelajari ribuan anak dari berbagai tingkatan
usia, mencatat ciri-ciri fisik dan mentalnya, pola-pola perkembangan dan
memampuannya, serta perilaku mereka.
Perbedaan
karakteristik setiap kelompok itulah yang diasumsikan sebagai tahapan
perkembangan. Dengan pendekatan cross-sectional, proses penelitian tidak memerlukan
waktu lama, hasil segera dapat diketahui. Kelemahannya, peneliti menganalisis
perbedaan karakteristik anak-anak yang berbeda, sehingga diperlukan
kehati-hatian dalam menarik kesimpulan, bahwa perbedaan itu semata-mata karena
perkembangan.