Menteri
Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno, menghadiri acara Focus Group Discussion (FGD) bersama Ikatan
Bidan Indonesia dan Bidan Pegawai Tidak Tetap (PTT) di Jakarta dengan tajuk
“Mencari Solusi Rekruitment PNS yang Adil Bagi Bidan PTT” di Jakarta (2/5).
Acara tersebut menghadirkan Presiden ke-5 Republik Indonesia, Megawati Soekarno
Putri sebagai pembicara, bersama dengan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara
dan Reformasi Birokrasi (MenPANRB) Yuddy Chrisnandi, serta Menteri Kesehatan
(Menkes) Nila Muluk.
Dalam
diskusi tersebut, para bidan mengungkapkan kegundahan mereka terhadap status
pekerjaan mereka. Megawati yang juga menjadi Pelindung Bidan Indonesia meminta
Pemerintah agar lebih mengutamakan kebutuhan bidan di Indonesia, karena
pekerjaan ini menyangkut keselamatan manusia "Ini bukan barang, ini
manusia yang harus menjalankan kehidupan yang luar biasa," ujar Megawati.
Menjawab
keresahan itu, Yuddy mengungkapkan bahwa Presiden tidak melupakan Bidan sebagai
salah satu bagian dari tenaga kesehatan yang dibutuhkan di Indonesia
"Bapak Presiden mengatakan kebijakan umum soal pegawai dimoratorium
kecuali yang disebut pertama adalah tenaga kesehatan. Dan tenaga kesehatan itu
yang pertama disebut Presiden itu adalah Bidan," ungkap Yuddy.
Menurut
data Sistem Informasi Pegawai (Simpeg), hingga 1 September 2015 terdapat lebih
dari 42 ribu bidan berstatus PTT, 39.554 diantaranya berusia dibawah 35 tahun
sedang dalam proses dan tidak ada masalah dengan undang-undang, bisa langsung.
Sementara itu, 2.691 bidan diatas 35 tahun sedang dibicarakan, menolak P3K yang
diamanatkan oleh UU Aparatur Sipil Negara (ASN), dari skema yang dijabarkan
oleh Menteri Pedayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.
Sementara
itu, Pratikno meminta para Bidan untuk memahami upaya yang coba dilakukan oleh
Pemerintah. Menurutnya langkah yang dilakukan harus dibahas secara teliti agar
tak melanggar ketentuan yang berlaku, "Banyak solusi yang sudah
dipersiapkan MenPAN dan bu Menkes, memang ada beberapa kendala jangka pendek
yang tentu saja tidak mudah, yakni terkait dengan undang-undang. Kalau dibawah
undang-undang lebih simpel kalau dengan undang-undang urusannya lebih panjang
karena berurusan dengan DPR jadi harus teliti," pungkas Pratikno. (Humas Kemensetneg)