KUHAP
(Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana) Pasal 156, Pasal 157, Pasal 158, Pasal
159 dan Pasal 160
Pasal 156
(1)
Dalam
hal terdakwa atau penasihat hukum mengajukan keberatan bahwa pengadilan tidak
berwenang mengadili perkaranya atau dakwaan tidak dapat diterima atau surat
dakwaan harus dibatalkan, maka setelah diberi kesempatan kepada penuntut umum
untuk menyatakan pendapatnya, hakim mempertimbangkan keberatan tersebut untuk
selanjutnya mengambil keputusan.
(2)
Jika
hakim menyatakan keberatan tersebut diterima, maka perkara itu tidak diperiksa
lebih .lanjut, sebaliknya dalam hal tidak diterima atau hakim berpendapat hal
tersebut baru dapat diputus setelah selesai pemeriksaan, maka sidang
dilanjutkan.
(3)
Dalam
hal penuntut umum berkeberatan terhadap keputusan tersebut, maka Ia dapat
mengajukan perlawanan kepada pengadilan tinggi melalui pengadilan negeri yang
bersangkutan.
(4)
Dalam
hal perlawanan yang diajukan oleh terdakwa atau penasihat hukumnya diterima
oleh pengadilan tinggi, maka dalam waktu empat belas hari, pengadilan tinggi
dengan surat penetapannya membatalkan putusan pengadilan negeri dan
memerintahkan pengadilan negeri yang berwenang untuk memeriksa perkara itu.
(5)
a.
Dalam hal perlawanan diajukan
bersama-sama dengan permintaan banding oleh terdakwa atau penasihat hukumnya
kepada pengadilan tinggi, maka dalam waktu empat belas hari sejak ia menerima
perkara dan membenarkan perlawanan terdakwa, pengadilan tinggi dengan keputusan
membátalkan putusan pengadilan negeri yang bersangkutan dan menunjuk pengadilan
negeri yang berwenang;
b. Pengadilan tinggi menyampaikan salinan
keputusan tersebut kepada pengadilan negeri yang berwenang dan kepada
pengadilan negeri yang semula mengadili perkara yang bersangkutan dengan
disertai berkas perkara untuk diteruskan kepada kejaksaan negeri yang telah
melimpahkan perkara itu.
(6)
Apabila
pengadilan yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) berkedudukan di
daerah hukum pengadilan tinggi lain maka kejaksaan negeri mengirimkan perkara
tersebut kepada kejaksaan negeri dalam daerah hukum pengadilan negeri yang
berwenang di tempat itu.
(7)
Hakim
ketua sidang karena jabatannya walaupun tidak ada perlawanan, setelah mdndengar
pendapat penuntut umum dan terdakwa dengan surat penetapan yang memuat
alasannya dapat menyatakán pengadilan tidak berwenang.
Pasal 157
(1)
Seorang
hakim wajib mengundurkan diri dari mengadili perkara tertentu apabila ia
terikat hubungan keluarga sedarah atau Semenda sampai derajat ketiga, hubungan
suami atau isteri meskipun sudah bercerai dengan hakim ketua sidang, salah
seorang hakim anggota, penuntut umum atau panitera.
(2)
Hakim
ketua sidang, hakim anggota, penuntut umum atau panitera wajib mengundurkan
diri dari menangani perkara apabila terikat hubungan keluarga sedarah atau
semeñda sampai derajat ketiga atau hubungan suami atau isteri meskipun sudah
bercerai dengan terdakwa atau dengan penasihat hukum.
(3)
Jika
dipenuhi ketentuan ayat (1) dan ayat (2) mereka yang mengundurkan diri harus
diganti dan apabila tidak dipenuhi atau tidak diganti sedangkan perkara telah
diputus, maka perkara wajib segera diadili ulang dengan susunan yang lain.
Pasal 158
Hakim
dilarang menunjukkan sikap atau mengeluarkan pernyataan di sidang tentang
keyakinan mengenai salah atau tidaknya terdakwa.
Pasal 159
(1)
Hakim
ketua sidang selanjutnya meneliti apakah semua saksi yang dipanggil telah hadir
dan memberi perintah untuk mencegah jangan sampai saksi berhubungan satu dengan
yang lain sebelum memberi keterangan di sidang.
(2)
Dalam
hal saksi tidák hadir, meskipun telah dipanggil dengan sah dan hakim ketua
sidang mempunyai cukup alasan untuk menyangka bahwa saksi itu tidak akan mau
hadir, maka hakim ketua sidang dapat memerintahkan supaya saksi tersebut
dihadapkan ke persidangan.
Pasal 160
(1)
a.
Saksi dipanggil ke dalam ruang sidang
seorang demi seorang menurut urutan yang dipandang sebaik-baiknya oleh hakim
ketua sidang setelah mendengar pendapat penuntut umum, terdakwa atau penasihat
hukum;
b. Yang pertama-tama didengar keterangannya
adalah korban yang menjadi saksi;
c.
Dalam hal ada saksi baik yang
menguntungkan maupun yang memberatkan terdakwa yang tercantum dalam surat
pelimpahan perkara dan atau yang diminta oleh terdakwa atau penasihat hukum
atau penuntut umum selamã berIangsungnya sidang atau sebelum dijatuhkannya
putusán, hakim ketua sidang wajib mendengar keterangan saksi tersebut.
(2)
Hakim
ketua sidang menanyakan kepada saksi keterangan tentang nama lengkap, tempat
lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal,
agama dan pekerjaan, selanjutnya apakah ia kenal terdakwa sebelum terdakwa
melakukan perbuatan yang menjadi dasar dakwaan serta apakah ia berkeluarga
sedarah atau semenda dan sampai derajat keberapa dengan terdakwa, atau apakah
ia suami atau isteri terdakwa meskipun sudah bercerai atau terikat hubungan
kerja dengannya.
(3)
Sebelum
memberi keterangan, saksi wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut cara
agamanya masing-masing, bahwa ia akan memberikan keterangan yang sebenarnya dan
tidak lain daripada yang sebenarnya.
(4)
Jika
pengadilan menganggap perlu, seorang saksi atau ahli wajib bersumpah atau
berjanji sesudah saksi atau ahli itu selesai memberi keterangan.