David
Ausubel adalah seorang ahli psikologi pendidikan. Ausubel memberi penekanan
pada proses belajar yang bermakna. Teori belajar Ausubel terkenal dengan
belajar bermakna dan pentingnya pengulangan sebelum belajar dimulai.
Menurut
Ausubel belajar dapat diklasifikasikan ke dalam dua dimensi. Dimensi pertama
berhubungan dengan cara informasi atau materi pelajaran yang disajikan pada
siswa melalui penerimaan atau penemuan. Dimensi kedua menyangkut cara bagaimana
siswa dapat mengaitkan informasi itu pada struktur kognitif yang telah ada,
yang meliputi fakta, konsep, dan generalisasi yang telah dipelajari dan diingat
oleh siswa.
Pada tingkat pertama
dalam belajar, informasi dapat dikomunikasikan pada siswa baik dalam bentuk
belajar penerimaan yang menyajikan informasi itu dalam bentuk final, maupun
dengan bentuk belajar penemuan yang mengharuskan siswa untuk menemukan sendiri
sebagian atau seluruh materi yang akan diajarkan. Pada tingkat kedua, siswa
menghubungkan atau mengaitkan informasi itu pada pengetahuan yang telah
dimilikinya, dalam hal ini terjadi belajar bermakna. Akan tetapi, siswa itu
dapat juga hanya mencoba-coba menghafalkan informasi baru itu, tanpa
menghubungkannya pada konsep-konsep yang telah ada dalam struktur kognitifnya,
dalam hal ini terjadi belajar hafalan. Menurut Ausubel & Robinson (dalam
Dahar: 1989).
Belajar
bermakna merupakan suatu proses dikaitkannya informasi baru pada konsep-konsep
yang relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Dalam belajar
bermakna informasi baru diasimilasikan pada subsume-subsume yang telah ada.
Ausubel membedakan antara belajar menerima dengan belajar menemukan. Pada
belajar menerima siswa hanya menerima, jadi tinggal menghapalkannya, sedangkan
pada belajar menemukan konsep ditemukan oleh siswa, jadi siswa tidak menerima
pelajaran begitu saja.
Selain itu terdapat perbedaan antara belajar menghafal
dengan belajar bermakna, pada belajar menghapal siswa menghafalkan materi yang
sudah diperolehnya, sedangkan pada belajar bermakna materi yang telah diperoleh
itu dikembangkannya dengan keadaan lain sehingga belajarnya lebih dimengerti.
Menurut
Ausubel (dalam Dahar, 1988:116) prasyarat-prasyarat belajar bermakna ada dua
sebagai berikut. (1) Materi yang akan dipelajari harus bermakna secara
potensial; kebermaknaan materi tergantung dua faktor, yakni materi harus
memiliki kebermaknaan logis dan gagasan-gagasan yang relevan harus terdapat
dalam struktur kognitif siswa. (2) Siswa yang akan belajar harus bertujuan
untuk melaksanakan belajar bermakna. Dengan demikian mempunyai kesiapan dan
niat untuk belajar bermakna.
Prinsip-prinsip dalam
teori belajar Ausubel
Menurut
Ausubel faktor yang paling penting yang mempengaruhi belajar adalah apa yang
sudah diketahui siswa. Jadi agar terjadi belajar bermakna, konsep baru atau
informasi baru harus dikaitkan dengan konsep-konsep yang telah ada dalam
struktur kognitif siswa. Dalam menerapkan teori Ausubel dalam mengajar,
terdapat konsep-konsep atau prinsip-prinsip yang harus diperhatikan.
Prinsip-prinsip
tersebut adalah:
a.
Pengaturan
Awal (advance organizer). Pengaturan
Awal mengarahkan para siswa ke materi yang akan dipelajari dan mengingatkan
siswa pada materi sebelumnya yang dapat digunakan siswa dalam membantu
menanamkan pengetahuan baru.
b.
Diferensiasi
Progresif. Pengembangan konsep berlangsung paling baik jika unsur-unsur yang
paling umum, paling inklusif dari suatu konsep diperkenalkan terlebih dahulu,
dan kemudian baru diberikan hal-hal yang lebih mendetail dan lebih khusus dari
konsep itu. Menurut Sulaiman (1988: 203) diferensiasi progresif adalah cara
mengembangkan pokok bahasan melalui penguraian bahan secara heirarkis sehingga
setiap bagian dapat dipelajari secara terpisah dari satu kesatuan yang besar.
c.
Belajar
Superordinat. Selama informasi diterima dan diasosiasikan dengan konsep dalam
struktur kognitif (subsumsi), konsep itu tumbuh dan mengalami diferensiasi.
Belajar superordinat dapat terjadi apabila konsep-konsep yang telah dipelajari
sebelumnya dikenal sebagai unsur-unsur dari suatu konsep yang lebih luas, lebih
inklusif.
d.
Penyesuaian
Integratif (Rekonsiliasi Integratif). Mengajar bukan hanya urutan menurut
diferensiasi progresif yang diperhatikan, melainkan juga harus diperlihatkan
bagaimana konsep-konsep baru dihubungkan pada konsep-konsep superordinat. Guru
harus memperlihatkan secara eksplisit bagaimana arti-arti baru dibandingkan dan
dipertentangkan dengan arti-arti sebelumnya yang lebih sempit, dan bagimana
konsep-konsep yang tingkatannya lebih tinggi sekarang mengambil arti baru.
Penerapan Teori
Ausubel dalam Pembelajaran
Untuk
menerapkan teori Ausubel dalam pembelajaran, Dadang Sulaiman (1988) menyarankan
agar menggunakan dua fase, yakni fase perencanaan dan fase pelaksanaan. Fase
perencanaan terdiri dari menetapkan tujuan pembelajaran, mendiagnosis latar
belakang pengetahuan siswa, membuat struktur materi dan memformulasikan
pengaturan awal. Sedangkan fase pelaksanaan dalam pembelajaran terdiri dari
pengaturan awal, diferensiasi progresif, dan rekonsiliasi integratif.