NISN
(Nomor Induk Siswa Nasional) yang terdiri dari 10 angka merupakan kombinasi
angka unik yang diberikan oleh setiap sekolah. NISN diberikan pada siswa mulai
dari SD, SMP, dan SMA. NISN memiliki sifat permanen alias angka tersebut tidak
berubah dari jenjang pendidikan SD hingga SMA.
Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy dan Dirjen Dukcapil
Kemendagri Zudan Arif Fakhrulloh saat memberikan keterangan pers di Jakarta,
Selasa (22/1/2019). (ANTARA/Indriani) " sekarang justru sekolah bersama
aparat desa yang mendata anak untuk masuk ke sekolah".
Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy mengatakan mulai tahun
ini tidak ada lagi Nomor Induk Siswa Nasional (NISN) namun diganti dengan Nomor
Induk Kependudukan (NIK).
"Itu
mudah tinggal diubah saja, kan datanya sudah ada di sekolah. Tinggal dicek,
termasuk di daerah mana, tinggal di mana, keluarganya siapa. Saya kira secara
teknis tidak ada kesulitan gitu hanya kita perlu menselaraskan datanya
saja," ujar Mendikbud usai bertemu dengan Dirjen Dukcapil Kemendagri Zudan
Arif Fakhrulloh di Jakarta, Selasa.
Dengan
dijadikannya NIK sebagai pengganti NISN, maka akan mempermudah pendataan
anak-anak yang masuk dalam usia sekolah. Dalam hal ini peranan pendidikan
nonformal menjadi strategis bukan lagi pelengkap tapi memiliki peran utama.
"Terutama untuk memberikan kesempatan
pada peserta didik, yang dengan alasan tertentu tidak dapat masuk ke jalur
formal. Sehingga nanti target kita dengan disatukannya data yang ada di
Kemendagri dengan data Kemendikbud, maka wajib belajar dapat terwujud,"
tambah dia.
Mendikbud
menjelaskan pihaknya didukung oleh Kemendagri terutama dalam mengatur sistem
penerimaan siswa baru. Melalui kerja sama itu, jika sebelumnya orang tua yang
mendaftarkan anaknya maka sekarang justru sekolah bersama aparat desa yang
mendata anak untuk masuk ke sekolah.
Dirjen
Dukcapil Kemendagri Zudan Arif Fakhrulloh mengatakan dengan NIK dapat
mengetahui anak-anak yang putus sekolah. Sehingga Mendikbud bisa memerintahkan
dinas pendidikan daerah untuk mengecek kondisi anak itu.
"Kalau ternyata tidak punya biaya untuk
sekolah, kita bisa mengurusnya dan memberikan Kartu Indonesia Pintar
(KIP)." Dengan demikian, lanjut
Zudan, wajib belajar 12 tahun bisa terwujud dengan terintegrasinya data yang ada
di Kemendagri dan juga Kemendikbud.