Adapun
teknik kegiatan refleksi pembelajaran antara lain (1) penilaian guru oleh peserta
didik, (2) evaluasi proses dan hasil belajar, (3) diagnosis kesulitan belajar, dan
(4) penilaian guru oleh teman sejawat. Tiga yang pertama akan dibahas di bawah
ini.
a. Penilaian guru
oleh peserta didik
Kegiatan
ini dilakukan dalam proses belajar mengajar berupa penilaian tertulis maupun
lisan (umumnya tulisan) oleh anak didik kepada guru, berisi ungkapan kesan,
pesan, harapan serta kritik membangun atas pembelajaran yang dilakukan oleh
guru. Alat penilaian (instrumen) disusun oleh guru dan diberikan kepada semua
peserta didik atau sebagian (sampel). Ada 3 aspek penilaian guru oleh peserta
didik yaitu (1) ungkapan kesan peserta didik terhadap pembelajaran yang telah
dirancang dan dilaksanakan oleh guru, (2) pesan dan harapan peserta didik
terhadap guru pada pelaksanaan pembelajaran yang akan datang, dan (3) kritik membangun
peserta didik terhadap guru dan pembelajaran yang telah dilaksanakan.
Ungkapan
kesan peserta didik terhadap pembelajaran terdiri dari kesan positif dan kesan
negative. Kesan positif misalnya: guru menjelaskan konsep dengan bahasa yang
jelas dan menarik, berpenampilan menarik, menggunakan media pembelajaran yang
menarik, dan sebagainya. Sedang kesan negatif antara lain: penjelasan dan suara
guru tidak jelas, guru berpakaian kurang rapi, tulisan kurang jelas sulit
dibaca dan sebagainya. Berikut contoh instrumen penilaian guru oleh peserta
didik.
Berikan
tanda v pada kolom “YA” atau “TIDAK” pada tabel berikut, sesuai dengan kesan
Anda, setelah Anda mengikuti pembelajaran.
Tabel
1. Instrumen penilaian guru oleh peserta didik.
NO
|
ASPEK
PENILAIAN
|
PENILAIAN
|
KETERANGAN
|
YA
|
TIDAK
|
|
|
Kesan Anda setelah mengikuti
pembelajaran
|
|
|
|
1
|
Guru
menjelaskan materi menggunakan bahasa yang mudah diterima
|
|
|
|
2
|
Guru
menjelaskan materi mudah diterima
|
|
|
|
3
|
Guru
mengatur tempat duduk sesuai
keinginan
siswa
|
|
|
|
4
|
Guru
memberikan motivasi belajar
|
|
|
|
5
|
Guru
kurang memperhatikan siswa yang
kurang
pandai
|
|
|
|
6
|
Guru
kurang memberikan kesempatan
siswa
untuk bertanya
|
|
|
|
7
|
Guru
kurang memberikan kesempatan
menjawab
bagi siswa yang kurang pandai
|
|
|
|
8
|
Penampilan
guru kurang menarik
|
|
|
|
9
|
Guru
sering marah kepada siswa
|
|
|
|
10
|
Guru
kurang dalam memberikan
|
|
|
|
Selanjutnya
tuliskan pesan-pesan dan kritik membangun Anda terhadap guru, supaya
pembelajaran yang akan datang lebih baik.
Pesan:
………………………………………………………………………………………………..……………………
………………………………………………………………………..........................................................
Kritik
Membangun:
………………………………………………………………………………………………..……………………
……………………………………………………………………………....................................................
b. Evaluasi
Pembelajaran
Ditinjau
dari bahasa, evaluasi terjemahan dari kata evaluation yang diterjemahkan dengan
“penilaian”, sehingga antara penilaian dan evaluasi dapat dipandang sebagai dua
istilah yang semakna. Istilah lain evaluasi dapat diartikan suatu tindakan atau
proses untuk menentukan nilai dari suatu obyek. Evaluasi pembelajaran merupakan
suatu proses berkelanjutan tentang pengumpulan dan penafsiran informasi untuk
menilai keputusan-keputusan yang dibuat dalam merancang suatu sistem
pembelajaran. Pengertian tersebut di atas mempunyai implikasi- implikasi
sebagai berikut:
1)
Evaluasi
adalah suatu proses yang dilaksanakan terus menerus sebelum, pada saat, dan
sesudah pembelajaran
2)
Proses
evaluasi senantiasa diarahkan ke tujuan tertentu yakni untuk mendapatkan
jawaban-jawaban tentang bagaimana memperbaiki pembelajaran.
3)
Evaluasi
menuntut penggunaan alat ukur yang akurat dan bermakna untuk mengumpulkan
informasi yang dibutuhkan guna membuat keputusan.
Evaluasi
pembelajaran mempunyai beberapa tujuan, antara lain:
1)
Menentukan
angka kemajuan atau hasil belajar siswa
2)
Penempatan
siswa ke dalam situasi pembelajaran yang tepat dan serasi dengan tingkat
kemampuan, minat serta karakteristik yang dimiliki.
3)
Mengenal
latar belakang siswa (psikis, fisik dan lingkungan) yang berguna bagi
penempatan maupun penentuan penyebab kesulitan belajar siswa dan juga berfungsi
sebagai masukan guru bimbingan konseling.
4)
Sebagai
umpan balik bagi guru yang pada saatnya dapat digunakan dalam menyusun program
remedial dan pengayaan.
Evaluasi
pembelajaran mempunyai fungsi sebagai berikut:
1)
Alat
pengukur pencapaian tujuan pembelajaran
2)
Alat
mendiagnostik kesulitan belajar siswa.
3)
Alat
penempatan siswa sesuai minat dan bakat siswa.
Dilihat
dari jenisnya, penilaian terdiri atas beberapa macam yakni penilaian formatif,
penilaian sumatif, penilaian diagnostik, penilaian selektif dan penilaian
penempatan. Penilaian formatif adalah penilaian yang dilaksanakan pada akhir
program belajar mengajar untuk melihat tingkat keberhasilan proses belajar
mengajar itu sendiri. Penilaian formatif berorientasi pada proses, yang akan
memberikan informasi kepada guru apakah program atau proses belajar mengajar
masih perlu diperbaiki.
Penilaian
sumatif adalah penilaian yang dilaksanakan pada akhir unit program misalnya
penilaian yang dilaksanakan pada akhir caturwulan, akhir semester atau akhir
tahun. Tujuan penilaian ini adalah untuk mengetahui hasil yang dicapai oleh
para siswa, yakni seberapa jauh siswa telah mencapai kompetensi yang ditetapkan
dalam kurikulum.
Penilaian
ini berorientasi pada produk/hasil. Penilaian diagnostik adalah penilaian yang
bertujuan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan siswa serta faktor-faktor
penyebabnya. Pelaksanaan penilaian semacam ini biasanya bertujuan untuk
keperluan bimbingan belajar, pengajaran remedial, menemukan kasus-kasus, dan
lain-lain. Penilaian selektif adalah penilaian yang dilaksanakan dalam rangka
menyeleksi atau menyaring. Memilih siswa untuk mewakili sekolah dalam
lomba-lomba tertentu termasuk jenis penilaian selektif. Untuk kepentingan yang
lebih luas penilaian selektif misalnya seleksi penerimaan mahasiswa baru atau
seleksi yang dilakukan dalam rekrutmen tenaga kerja.
Penilaian
penempatan adalah penilaian yang bertujuan untuk mengetahui keterampilan
prasyarat yang diperlukan bagi suatu program belajar dan penguasaan belajar
seperti yang diprogramkan sebelum memulai kegiatan belajar untuk program itu.
Dengan kata lain penilaian ini berorientasi pada kesiapan siswa untuk
menghadapi program baru dan kecocokan program belajar dengan kemampuan yang
telah dimiliki siswa
Seperti
telah diuraikan di atas bahwa penilaian formatif adalah penilaian yang
dilaksanakan pada akhir program belajar mengajar untuk melihat tingkat
keberhasilan proses belajar mengajar itu sendiri. Penilaian formatif
berorientasi pada proses, yang akan memberikan informasi kepada guru apakah
program atau proses belajar mengajar masih perlu diperbaiki. Jenis penilaian
ini yang dapat digunakan guru sebagai suatu kegiatan reflektif pembelajaran,
sesuai dengan fungsinya bahwa penilaian formatif dapat digunakan untuk melihat
keberhasilan proses pembelajaran dan bisa memberikan informasi apakah
pembelajaran perlu perbaikan atau tidak. Dengan kata lain penilaian formatif
dapat digunakan sebagai bahan reflektif pembelajaran untuk mendeteksi kesulitan
belajar yang disebabkan oleh faktor pedagogis.
Kesulitan
belajar yang disebabkan oleh faktor pedagogis adalah kesulitan belajar siswa,
yang sering dijumpai adalah faktor kurang tepatnya guru mengelola pembelajaran
dan menerapkan metodologi. Misalnya guru masih kurang memperhatikan kemampuan
awal yang dimiliki siswa, guru langsung masuk ke materi baru. Ketika terbentur
kesulitan siswa dalam pemahaman, guru mengulang pengetahuan dasar yang
diperlukan.
Kemudian
melanjutkan lagi materi baru yang pembelajarannya terpenggal. Jika ini
berlangsung dan bahkan tidak hanya sekali dalam suatu tatap muka, maka akan
muncul kesulitan umum yaitu kebingun gan karena tidak terstrukturnya bahan ajar
yang mendukung tercapainya suatu kompetensi. Ketika menerangkan bagian-bagian
bahan ajar yang menunjang tercapainya suatu kompetensi bisa saja sudah jelas,
namun jika secara keseluruhan tidak dikemas dalam suatu struktur pembelajaran yang
baik, maka kompetensi dasar dalam penguasaan materi dan penerapannya tidak
selalu dapat diharapkan berhasil.
Dengan
kata lain, struktur pelajaran yang tertata secara baik akan memudahkan siswa,
paling tidak mengurangi kesulitan belajar siswa. Kejadian yang dialami siswa
dan sering muncul menurut guru adalah: “Ketika dijelaskan mengerti, ketika
mengerjakan sendiri tidak bisa”.
Jika
guru menanggapinya hanya dengan menyatakan: memang hal itu yang sering
dikemukakan siswa kepada saya, berarti guru tersebut tidak merasa tertantang
profesionalismenya untuk mencari penyebab utama, menemukan, dan mengatasi
masalahnya. Kesulitan itu dapat terjadi karena guru kurang memberikan latihan
yang cukup di kelas dan memberikan bantuan kepada yang memerlukan, meskipun ia
sudah berusaha keras menjelaskan materinya.
Hal
ini terjadi karena guru belum menerapkan hakekat belajar, yaitu bahwa belajar
hakekatnya berpikir dan mengerjakan. Berpikir ketika mendengarkan penjelasan
guru, mempunyai implikasi bahwa tanya jawab merupakan salah satu bagian penting
dalam belajar. Dengan tanya jawab ini proses diagnosis telah diawali. Ini
berarti diagnostic teaching, pembelajaran dengan senantiasa sambil mengatasi
kesulitan siswa telah dilaksanakan dan hal ini yang dianjurkan.
Secara
umum, cara guru memilih metode, pendekatan dan strategi dalam pembelajaran akan
berpengaruh terhadap kemudahan atau kesulitan siswa dalam belajar siswa.
Perasaan lega atau bahkan sorak sorai pada saat bel berbunyi pada akhir jam
pelajaran matematika adalah salah satu indikasi adanya beban atau kesulitan
siswa yang tak tertahankan. Jika demikian maka guru perlu introspeksi pada
system pembelajaran yang dijalankannya, bentuk instrospeksi sebaiknya berupa
kegiatan reflektif dengan menganalisis hasil tes formatif yang telah
dilaksanakan.
c. Diagnosis
Kesulitan Belajar
Kegiatan
lain dalam refleksi pembelajaran dengan cara mendiagnosis kesulitan belajar
siswa. Dengan mengetahui kesulitan belajar, guru dapat memperbaiki strategi
pembelajaran sesuai dengan karakteristik dan hasil analisis kesulitan tersebut.
Pada dasarnya ada kesamaan antara profesi seorang guru dan profesi seorang
dokter, seorang dokter dalam menetapkan jenis penyakit dan jenis obat yang akan
diberikan, melalui kegiatan diagnosa terhadap pasiennya.
Kegiatan
dokter dalam mendiagnosa pasien biasanya melalui wawancara dan dokumen kemajuan
pemeriksaan sebelumnya. Sedangkan seorang guru dalam menetapkan jenis kesulitan
belajar peserta didik salah satunya dapat melalui kegiatan penilaian atau tes.
Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001) diagnosis mempunyai arti (1) penentuan
jenis penyakit dengan cara meneliti (memeriksa) gejala-gejalanya. (2)
pemeriksaan terhadap suatu hal. Demikian pula halnya pekerjaan guru. Sebelum
memberikan pembelajaran perbaikan (pembelajaran remidi), guru perlu terlebih
dahulu mencari penyebab kesulitan belajar siswanya atau mendiagnosis kesulitan
siswa dalam belajar. Beberapa referensi maupun pengalaman mengelola
pembelajaran menunjukkan bahwa kesulitan belajar belajar siswa disebabkan oleh
beberapa faktor.
Tingkat
dan jenis sumber kesulitannya beragam. Mengutip Brueckner dan Bond, dalam
Rahmadi (2004: 6) mengelompokkan sumber kesulitan itu menjadi lima faktor,
yaitu:
1)
Faktor
Fisiologis. Yang dimaksud kesulitan belajar siswa yang dapat ditimbulkan oleh
faktor fisiologis, yaitu kesulitan belajar yang disebabkan karena gangguan
fisik seperti gangguan penglihatan, pendengaran, gangguan sistem syaraf dan
lain-lain.Dalam hubungannya dengan faktor-faktor di atas, umumnya guru matematika
tidak memiliki kemampuan atau kompetensi yang memadai untuk mengatasinya. Yang
dapat dilakukan guru hanyalah memberikan kesempatan kepada siswa yang memiliki
gangguan dalam penglihatan atau pendengaran tersebut untuk duduk lebih dekat ke
meja guru. Selebihnya, hambatan belajar tersebut hendaknya diatasi melalui
kerjasama dengan pihak yang memiliki kompetensi dalam mengatasi kesulitan siswa
seperti tersebut di atas, misalnya dengan guru SLB. Sementara pemerintah sudah
membuka program sekolah insklusi dengan pengawasan dan pembimbingan dari
guru-guru SLB.
2)
Faktor
Sosial. Lingkungan keluarga, masyarakat dan sekolah sangat berpengaruh terhadap
motivasi belajar matematika siswa, suatu keluarga yang tercipta suasana
kondusif dalam belajar akan menjadikan anak termotivasi tinggi dalam belajar
dan nyaris tidak ada kesulitan belajar. Demikian juga pergaulan siswa di
masyarakat dan di sekolah yang mengutamakan suasana belajar yang kondusif maka
siswa mempunyai motivasi belajar yang tinggi pula.
3)
Faktor
Emosional. Siswa akan cepat emosi, mudah tersinggung, mudah marah, dapat
menghambat belajarnya, keadaan siswa seperti tersebut diatas disebabkan oleh
masalah-masalah sebagai berikut: siswa mengkonsumsi minuman keras, ekstasi dan
sejenisnya, siswa kurang tidur, ada masalah keluarga sehingga siswa sulit untuk
melupakannya, dan sebagainya.
4)
Faktor
Intelektual. Siswa yang mengalami kesulitan belajar disebabkan oleh faktor
intelektual, umumnya kurang berhasil dalam menguasai konsep, prinsip, atau
algoritma, walaupun telah berusaha mempelajarinya. Siswa yang mengalami
kesulitan mengabstraksi, menggeneralisasi, berpikir deduktif dan mengingat
konsep-konsep maupun prinsip-prinsip biasanya akan selalu merasa bahwa
matematika itu sulit. Siswa demikian biasanya juga mengalami kesulitan dalam
memecahkan masalah terapan atau soal cerita. Untuk membantu siswa yang
mengalami kesulitan belajar matematika karena faktor intelektual dengan
memberikan waktu lebih lama dalam mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru.
Karena pada dasarnya siswa tersebut butuh waktu lebih lama dalam berfikir, dan
menyelesaikan tugas dibanding siswa-siswa yang lain.
5)
Faktor
Pedagogis. Faktor lain yang menyebabkan siswa kesulitan belajar adalah faktor
pedagogis yaitu faktor kurang tepatnya guru mengelola pembelajaran dan
menerapkan metodologi. Misalnya guru masih kurang memperhatikan kemampuan awal
yang dimiliki siswa, guru langsung masuk ke materi baru. Ketika menerangkan
bagian-bagian bahan ajar yang menunjang tercapainya suatu kompetensi bisa saja
sudah jelas, namun jika secara keseluruhan tidak dikemas dalam suatu struktur
pembelajaran yang baik, maka kompetensi dasar dalam penguasaan materi dan
penerapannya tidak selalu dapat diharapkan berhasil. Secara umum, cara guru
memilih metode, pendekatan dan strategi dalam pembelajaran akan berpengaruh
terhadap kemudahan atau kesulitan siswa dalam belajar. Perasaan lega atau
bahkan sorak sorai pada saat bel berbunyi pada akhir jam pelajaran matematika
adalah salah satu indikasi adanya beban atau kesulitan siswa yang tak
tertahankan. Jika demikian maka guru perlu introspeksi pada sistem pembelajaran
yang dilaksanakan.