Apakah
Ujian Nasional harus ditiadakan / dihapus, tentu dalam hal ini merupakan
kewenangan dari Pemerintah.
Namun,
dalam kesempatan kali ini, admin akan bagikan pendapat dari seorang guru yakni
Bu Lila Septiarum tentang alasan UN dihapus selengkapnya sebagai berikut:
Berdasarkan
Permendiknas No.22 Tahun 2006, KTSP merupakan kurikulum yang bersifat tak
terpusat, dikatakan tak terpusat karena disusun oleh setiap satuan pendidikan
masing- masing yang sesuai dengan ciri khusus sekolah dan kebutuhan berbagai
daerah, misal industri, daerah dataran rendah dan tinggi, daerah pesisir.
Keunggulan
KTSP diantaranya:
1.
Setiap
satuan pendidikan memiliki kewenangan menjabarkan kurikulum nasional sesuai
dengan kebutuhan.
2.
Bahan,
media, dan metode pembelajaran di sekolah tidak sama tetapi disesuaikan dengan
keunikan atau ciri khasnya.
3.
Output
pendidikan sekolah dapat sesuai dengan kebutuhan stake holder, masyarakat, dan
pemerintah daerah setempat.
Kita
sudah ketahui bahwa kurikulum yang digunakan sekarang adalah KTSP dimana
kurikulum yang kita gunakan tidak terpusat pada pemerintah tetapi terpusat pada
satuan pendidikan masing- masing, otomatis kemampuan siswa berbeda- beda
disetiap satuan pendidikannya masing- masing.
Namun
kenapa pemerintah masih bercampur tangan apalagi mengadakan evaluasi penentu
kelulusan padahal kurikulum yang membuat sekolah oleh guru yang sudah paham
tentang karakteristik masing- masing siswanya, kenapa tiba- tiba yang
mengadakan evaluasi pemerintah pusat yang tidak tahu bagaimana karakteristik
siswa sendiri.
Berbagai
dampak negatif dengan adanya UN diantaranya:
1.
Guru
hanya sia- sia mengajar karena yang memberi keputusan lulus adalah pemerintah.
2.
Terjadi
ketidakadilan dalam dunia pendidikan Indonesia karena tiap sekolah memiliki
standar mutu yang berbeda- beda sehingga evaluasi yang diberikan seharusnya
menyesuaikan.
3.
UN
bukan menjadi saran untuk mengontrol mutu pendidikan. Mutu pendidikan tidak
bisa hanya berdasar pada jumlah siswa yang mendapat nilai UN 100 dan lulus, ada
juga sebagian siswa yang sebenarnya pandai justru tidak lulus begitu juga
sebaliknya.
4.
UN
bukan membentuk watak kerja keras, namun malah membentuk watak- watak pembohong
dan licik karena UN sifatnya “memaksa” harus lulus maka tak jaraang yang
berbuat curang.
5.
Hanya
menilai siswa dari nilai- nilai kognitif yang tertulis dengan angka di hasil
lembar jawaban, sementara nilai dari sikap dan perilaku untuk membentuk siswa
yang berbudi pekerti serta berkarakter bangsa justru dikesampingkan.
6.
UN
dijadikan syarat kelulusan siswa, pada saat itulah fungsi UN telah menyimpang.
Meski persen dari nilai kelulusan 50% dari nilai UN dan 50% dari nilai Ujian
Sekolah namun nilai UN tetap menentukan hasil akhir.
7.
UN
yang digembar gemborkan bukan meningkatkan semangat belajar malah membuat siswa
merasa diteror yang menyebabkan penurunan semangat belajar karena diberbagai
media dan pemberitaan nampak sekali UN sebagai momok pelajar sehingga banyak
tempat les yang penuh di waktu mendekati UN tiba.
Jadi,
sejauh ini UN hanya sebagai sertifikasi siswa yang akan melanjutkan ke jenjang
pendidikan yang lebih tinggi dan belum akurat untuk mengukur seberapa tingkat
kecerdasan siswa. Oleh karena itu masih harus ada perbaikan lagi dalam evaluasi
pendidikan yang tepat supaya benar- benar menghasilkan output yang berkualitas.
Ulasan
saya tentang UN ini masih berdasar KTSP karena kurikulum 2013 memang belum
diaplikasikan di seluruh sekolah di Indonesia dan masih banynk yang menggunakan
KTSP, serta kurikulum 2013 dengaa KTSP juga tidak jauh berbeda secara teknis.