Interaksi sosial
yang terjadi diantara manusia dapat berupa kerja sama (cooperation),
persaingan (competition), akomodasi (accomodation), dan juga
berbentuk pertentangan atau pertikaian (conflict). Bentuk-bentuk
interaksi tersebut dapat dikelompokkan dalam proses-proses yang asosiatif dan
proses disosiatif (Soekanto, 1990).
Gillin dan Gillin
mengemukakan bahwa bentuk interaksi sosial yang termasuk dalam kategori proses
yang asosiatif adalah akomodasi, asimilasi dan akulturasi; sedangkan bentuk
interaksi sosial yang dikategorikan dalam proses yang disosiatif adalah
persaingan, dan pertentangan).
1.
Proses-proses yang Asosiatif
a. Kerja
Sama (Cooperation)
Kerja sama
merupakan bentuk interaksi sosial yang pokok. Kerja sama di sini dimaksudkan
sebagai suatu usaha bersama antara orang perorangan atau kelompok manusia untuk
mencapai satu atau beberapa tujuan bersama. Bentuk dan pola-pola kerja sama
dapat dijumpai pada semua kelompok manusia. Kebiasaan-kebiasaan dan sikap-sikap
demikian dimulai sejak masa kanak-kanak di dalam kehidupan keluarga atau
kelompok-kelompok kekerabatan.
Kerja sama timbul
karena orientasi orang-perorangan terhadap kelompoknya (yaitu in-group-nya) dan
kelompok lainnya (yang merupakan out-group-nyd). Kerja sama mungkin akan
bertambah kuat apabila ada bahaya luar yang mengancam atau ada
tindakan-tindakan luar yang menyinggung kesetiaan yang secara tradisional atau
institusional telah tertanam di dalam kelompok, dalam diri seorang atau
segolongan orang.
Kerja sama dapat
bersifat agresif apabila kelompok dalam jangka waktu yang lama mengalami
kekecewaan sebagai akibat perasaan tidak puas karena keinginan-keinginan
pokoknya tak dapat terpenuhi karena adanya rintangan-rintangan yang bersumber
dari luar kelompok itu. Keadaan tersebut dapat menjadi lebih tajam lagi apabila
kelompok demikian merasa tersinggung atau dirugikan sistem kepercayaan atau
dalam salah-satu bidang sensitif dalam kebudayaan.
Ada lima bentuk
kerja sama, yaitu:
1. Kerukunan yang mencakup gotong-royong dan tolong-menolong.
2. Bargaining, yaitu pelaksanaan perjanjian mengenai pertukaran
barang-barang dan jasa antara dua organisasi atau lebih.
3. Kooptasi (cooptation), yakni suatu proses penerimaan unsur-unsur
baru dalam kepemimpinan atau pelaksanaan politik dalam suatu organisasi sebagai
salah satu cara untuk menghindari terjadinya kegoncangan dalam stabilitas
organisasi yang bersangkutan.
4. Koalisi (coalition), yakni kombinasi antara dua organisasi atau
lebih yang mempunyau tujuan yang sama.
5. Joint venture, yaitu kerja sama dalam pengusahaan proyek-proyek tertentu,
seperti: pengeboran minyak, pertambangan batubara, perfilman, perhotelan, dan
seterusnya.
b.
Akomodasi (Accomodation)
Akomodasi mempunyai
dua makna, yaitu untuk menunjuk pada suatu keadaan kenyataan adanya suatu
keseimbangan (equilibrium) dalam interaksi antara individu dan kelompok
sehubungan dengan norma-norma sosial dan nilai-nilai sosial yang berlaku di
dalam masyarakat; kedua akomodasi dipergunakan untuk menunjuk pada suatu
proses, pada usaha-usaha manusia untuk meredakan suatu pertentangan yaitu
usahausaha untuk mencapai kestabilan.
Menurut Gillin dan
Gillin, akomodasi adalah suatu pengertian yang digunakan oleh para sosiolog
untuk menggambarkan suatu proses dalam hubungan-hubungan sosial yang sama
artinya dengan pengertian adaptasi (adaptation) yang dipergunakan oleh
ahli-ahli biologi untuk menunjuk pada suatu proses di mana makhluk-makhluk
hidup menyesuaikan dirinya dengan alam sekitarnya.
Berdasarkan hal
tersebut, yang dimaksud dengan akomodasi adalah suatu proses di mana orang
perorangan atau kelompok-kelompok manusia yang mula-mula saling bertentangan,
kemudian saling mengadakan penyesuaian diri untuk mengatasi
ketegangan-ketegangan.
Sebenarnya
pengertian adaptasi menunjuk pada perubahanperubahan organis, bukan sosial,
yang disalurkan melalui kelahiran, dimana makhluk-makhluk hidup menyesuaikan
diri dengan alam sekitarnya sehingga dapat mempertahankan hidupnya. Tetapi
dalam perkembangannya juga dipergunakan untuk menjelaskan masalah-masalah
sosial yang ada dalam masyarakat.
Akomodasi merupakan
suatu cara untuk menyelesaikan pertentangan tanpa menghancurkan pihak lawan
sehingga lawan tidak kehilangan kepribadiannya. Tujuan akomodasi berbeda-beda
sesuai dengan situasi yang dihadapinya, secara umum akomodasi mempunyai tujuan
seperti berikut:
1. untuk mengurangi pertentangan antara orang perorangan atau
kelompok-kelompok manusia sebagai akibat perbedaan paham. Akomodasi di sini
bertujuan untuk menghasilkan suatu sintesa antara kedua pendapat tersebut, agar
menghasilkan suatu pola yang baru;
2. mencegah meledaknya suatu pertentangan untuk sementara waktu atau
temporer;
3. untuk memungkinkan terjadinya kerjasama antara kelompok-kelompok sosial
yang hidupnya terpisah sebagai akibat faktor-faktor sosial psikologis dan
kebudayaan, seperti yang dijumpai pada masyarakat yang mengenal sistem
berkasta;
4. mengusahakan peleburan antara kelompok-kelompok sosial yang terpisah,
misalnya, lewat perkawinan campuran atau asimilasi dalam arti luas.
Suatu akomodasi
sebagai proses tidak selalu akan berhasil sepenuhnya di dalam menciptakan
stabilitas dalam beberapa bidang, mungkin sekali benih-benih pertentangan dalam
bidang-bidang lainnya masih tertinggal, yang luput diperhitungkan oleh
usaha-usaha akomodasi terdahulu.
Benih-benih
pertentangan yang bersifat laten tadi (seperti prasangka) sewaktu-waktu akan
menimbulkan pertentangan baru. Dalam keadaan demikian, memperkuat cita-cita,
sikap dan kebiasaan-kebiasaan masa-masa lalu yang telah terbukti mampu meredam
bibit-bibit pertentangan merupakan hal penting dalam proses akomodasi, yang
dapat melokalisasi rasa sentimen yang akan melahirkan pertentangan baru.
Akomodasi bagi
pihak-pihak tertentu dirasakan menguntungkan, namun agak menekan bagi pihak
lain, karena adanya campur tangan kekuasaan-kekuasaan tertentu dalam masyarakat.
Bentuk-bentuk Akomodasi Menurut Soekanto (1990) akomodasi sebagai suatu proses
untuk meredakan ketegangan antar manusia mempunyai beberapa bentuk, antara
lain:
a) Coercion
Coercion adalah suatu bentuk akomodasi yang prosesnya dilaksanakan oleh karena
adanya paksaan. Coercion merupakan bentuk akomodasi, di mana salah satu
pihak berada dalam keadaan yang lemah bila dibandingkan dengan pihak lawan.
Pelaksanaannya dapat dilakukan secara fisik (secara langsung), maupun secara
psikologis (secara tidak langsung).
Misalnya perbudakan
adalah suatu coercion, dimana interaksi sosialnya didasarkan pada penguasaan
majikan atas budaknya. Budak dianggap sama sekali tidak mempunyai hak-hak
apapun. Hal sejenis mungkin juga kita jumpai seperti dalam hubungan antara
majikan atau pemilik perusahaan dengan buruh. Pada negara-negara totaliter, coercion
juga dijalankan, ketika suatu kelompok minoritas yang berada di dalam
masyarakat memegang kekuasaan. Hal ini sama sekali tidak berarti bahwa dengan
coercion tak akan dapat dicapai hasil-hasil yang baik bagi masyarakat.
b) Compromise
Compromise adalah suatu bentuk akomodasi di mana pihak-pihak yang terlibat saling
mengurangi tuntutannya agar tercapai suatu penyelesaian terhadap perselisihan
yang ada. Sikap dasar untuk dapat melaksanakan compromise adalah bahwa
salah satu pihak bersedia untuk merasakan dan memahami keadaan pihak lainnya
dan begitu pula sebaliknya. Misalnya traktat antara beberapa negara, akomodasi
antara beberapa partai politik karena sadar bahwa masing-masing memiliki
kekuatan sama dalam suatu pemilihan umum, dan seterusnya.
c) Arbitration
Arbitration merupakan suatu cara untuk mencapai compromise, apabila pihak-pihak yang
berhadapan tidak sanggup mencapainya sendiri. Pertentangan diselesaikan oleh
pihak ketiga yang dipilih oleh kedua belah pihak atau oleh suatu badan yang
berkedudukan lebih tinggi dari pihak-pihak yang bertentangan, seperti terlihat
dalam penyelesaian masalah perselisihan perburuhan.
d) Mediation
Mediation hampir menyerupai arbitration. Pada mediation diundang pihak ketiga yang
netral dalam soal perselisihan yang ada. Pihak ketiga tersebut tugas utamanya
adalah untuk mengusahakan suatu penyelesaian secara damai. Kedudukan pihak
ketiga hanyalah sebagai penasihat belaka. Dia tak mempunyai wewenang untuk
memberi keputusan penyelesaian perselisihan tersebut.
e) Conciliation
Concilitation adalah suatu usaha untuk mempertemukan keinginan-keinginan dari
pihak-pihak yang berselisih demi tercapainya persetujuan bersama. Conciliation
bersifat lebih lunak daripada coercion dan membuka kesempatan bagi
pihak-pihak yang bersangkutan untuk mengadakan asimilasi. Suatu contoh dari conciliation
adalah adanya panitia-panitia tetap di Indonesia yang khusus bertugas untuk
menyelesaikan persoalan-persoalan perburuhan, di mana duduk wakil-wakil
perusahaan, wakil-wakil buruh, wakil-wakil Departemen Tenaga Kerja dan
seterusnya khusus bertugas menyelesaikan persoalan-persoalan jam kerja, upah,
hari-hari libur dan lain sebagainya.
f) Tolerantion
Tolerantion juga disebut dengan tolerant-participation. Ini merupakan suatu bentuk
akomodasi tanpa persetujuan yang formal bentuknya. Kadang-kadang toleration
timbul secara tidak sadar dan tanpa direncanakan karena adanya watak
orang-perorangan atau kelompok-kelompok manusia untuk sedapat mungkin
menghindarkan diri dari suatu perselisihan. Dari sejarah dikenal bahwa bangsa
Indonesia adalah bangsa yang toleran yang sedapat mungkin menghindarkan diri
dari perselisihan-perselisihan.
g) Stalemate
Stalemate merupakan
suatu akomodasi, di mana pihak-pihak yang bertentangan karena mempunyai
kekuatan yang seimbang berhenti pada suatu titik tertentu dalam melakukan
pertentangannya. Hal ini disebabkan karena bagi kedua belah pihak sudah tidak
ada kemungkinan lagi baik untuk maju maupun untuk mundur. Stalemate tersebut,
misalnya, terjadi antara Amerika Serikat dengan Rusia di bidang nuklir.
h) Adjudication
Adjudication yaitu penyelesaian perkara atau sengketa di pengadilan. Walaupun
tersedia bermacam-macam bentuk akomodasi seperti diuraikan dan telah banyak
ketegangan-ketegangan yang teratasi, masih saja ada unsur-unsur pertentangan
laten yang belum dapat diatasi secara sempurna. Bagaimanapun juga akomodasi
tetap perlu, apalagi dalam keadaan dunia dewasa ini yang penuh ketegangan.
Selama orang-perorangan atau kelompok-kelompok manusia masih mempunyai
kepentingan-kepentingan yang tidak bisa diselaraskan antara satu dengan
lainnya, akomodasi tetap diperlukan.
Hasil Dari
Proses Akomodasi
Proses akomodasi
menghasilkan beberapa hal terkait dengan manusia dengan manusia yang lain,
antara lain:
a)
Integrasi Masyarakat
Akomodasi
menghindarkan masyarakat dari benih-benih pertentangan latent yang kemungkinan
besar akan melahirkan pertentangan baru. Contoh: ketika orang-orang Inggris
menjajah Singapura dan Malaysia, mereka telah memasukan suatu kebudayaan baru
terhadap masyarakat taklukannya. Bahasa, sistem feodalisme, hukum, dan
seterusnya diubah dan diganti. Dalam proses tersebut terjadi perkawinan
campuran dan banyak orang Malaysia yang mendapat kedudukan baru yang tinggi.
Keadaan tersebut mengurangi jarak sosial (social distance) antara
penjajah dengan yang dijajah. Selain itu, akomodasi juga menahan
keinginan-keinginan untuk bersaing.
b) Menekan
oposisi
Sering kali suatu
persaingan terjadi demi keuntungan suatu kelompok tertentu (misalnya golongan
produsen) dan kerugian pihak lain (misalnya konsumen). Akomodasi antara
golongan produsen yang mula-mula bersaing dapat menyebabkan turunnya harga,
karena barang-barang dan jasa-jasa lebih mudah sampai kepada konsumen.
c)
Koordinasi berbagai kepribadian yang berbeda
Kondisi tampak
bilamana ada dua orang, misalnya, bersaing untuk menduduki jabatan pimpinan
suatu partai politik. Persaingan terjadi dengan sengit, tetapi setelah salah
satu terpilih, biasanya yang kalah diajak untuk bekerjasama demi keutuhan dan
integrasi partai politik tersebut.
d)
Perubahan lembaga-lembaga kemasyarakatan agar sesuai dengan keadaan baru atau
keadaan yang berubah
Perubahan-perubahan
yang terjadi dalam masyarakat di berbagai bidang menuntut terjadinya perubahan
kelembagaan pada masyarakat tersebut, baik terjadi secara langsung maupun tidak
langsung. Perubahan ini merupakan konsekuensi untuk menyesuaikan dengan laju
perkembangan masyarakat.
e) Perubahan-perubahan
dalam kedudukan
Pertentangan telah
menyebabkan kedudukan individu dalam organisasi menjadi goyah dan akomodasi
akan mengukuhkan kembali kedudukan, karena akomodasi menimbulkan penetapan baru
terhadap kedudukan orang-perorangan dan kelompok.
f)
Akomodasi membuka jalan ke arah asimilasi
Dengan adanya
proses asimilasi, para pihak lebih saling mengenal dan dengan timbulnya
benih-benih toleransi mereka lebih mudah untuk saling mendekati.
Pengertian
Asimilasi dalam Proses Inteaksi Sosial
Asimilasi merupakan
proses sosial dalam taraf lanjut. Asimilasi ditandai dengan adanya usaha-usaha mengurangi
perbedaan-perbedaan yang terdapat antara orang-perorangan atau
kelompok-kelompok manusia dan juga meliputi usaha-usaha untuk mempertinggi kesatuan
tindak, sikap dan proses-proses mental dengan memperhatikan
kepentingankepentingan dan tujuan-tujuan bersama.
Apabila orang-orang
melakukan asimilasi ke dalam suatu kelompok manusia atau masyarakat, dia
tidaklagi membedakan dirinya dengan kelompok tersebut yang mengakibatkan bahwa
mereka dianggap sebagai orang asing. Dalam proses asimilasi, mereka
mengidentifikasikan dirinya dengan kepentingan-kepentingan serta tujuan-tujuan
kelompok.
Apabila dua
kelompok manusia mengadakan asimilasi, batas-batas antara kelompok-kelompok
tadi akan hilang dan keduanya lebur menjadi satu kelompok. Secara singkat,
proses asimilasi ditandai dengan pengembangan sikap-sikap yang sama, walau
kadangkala bersifat emosional dengan tujuan untuk mencapai kesatuan, atau
paling sedikit mencapai integrasi dalam organisasi, pikiran dan tindakan.
Proses asimilasi
terjadi bila:
1) kelompok-kelompok manusia yang berbeda kebudayaannya;
2) orang-perorangan sebagai warga kelompok tadi saling bergaul secara
langsung dan intensif untuk waktu yang lama sehingga;
3) kebudayaan-kebudayaan dari kelompok-kelompok manusia tersebut
masing-masing berubah dan saling menyesuaikan diri.
Asimilasi terkait
erat dengan pengembangan sikap dan cita-cita yang sama dari sekelompok manusia.
Didalam proses tersebut ada beberapa bentuk interaksi sosial yang mengarah ke
suatu proses asimilasi (interaksi yang asimilatif) bila memiliki syarat-syarat
sebagai berikut:
1. bersifat suatu pendekatan terhadap pihak lain, di mana pihak yang lain
tadi juga berlaku sama. Seorang siswa yang jujur dan baik tata lakunya
misalnya, tidak akan mungkin hidup bersama-sama dengan rekannya yang licik di
dalam satu kamar di asrama. Walaupun mahasiswa yang jujur dan baik tadi
berusaha untuk bersikap toleran terhadap rekannya tetapi tak akan terjadi suatu
persahabatan karena pihak yang lain bersikap sebagai musuh.
2. proses interaksi sosial tersebut tidak mengalami halangan-halangan atau
pembatasan-pembatasan. Misalnya halangan untuk melakukan perkawinan
campuran/beda suku, pembatasan untuk sekolah di lembaga-lembaga pendidikan
tertentu, adanya hambatan untuk berkumpul atau bertemu dalam suatu organisai,
dan sebagainya.
3. interaksi sosial tersebut bersifat langsung dan primer. Misalnya upaya
untuk membentuk sebuah organisasi multilateral/bilateral akan terhalang oleh
adanya kesukaran melakukan interaksi langsung dan primer antara negara-negara
bersangkutan. Bisa saja masalahnya menyangkut keamanan, kepentingan ekonomi,
atau kedaulatan.
4. frekuensi interaksi sosial tinggi dan tetap, serta ada keseimbangan
antara pola-pola asimilasi tersebut. Artinya, stimulan dan tanggapan-tanggapan
dari pihak-pihak yang mengadakan asimilasi harus sering dilakukan dan suatu
keseimbangan tertentu harus dicapai dan dikembangkan. Mengadakan interaksi
sosial yang asimilatif dengan suku-suku tradisional di Indonesia yang masih
terasing merupakan hal yang sulit karena para warganya kurang mendapatkan
kesempatan untuk berinteraksi dengan para warga masyarakat lain.
Dengan menggunakan
kata lain, tak ada asimilasi yang bersifat pasif, di mana salah-satu pihak
hanya menunggu dan menerima saja. Maka, asimilasi yang dipaksakan juga tidak
mungkin apabila paksaan atau kekerasan tersebut hanya merupakan halangan
terhadap terjadinya interaksi sosial. Keadaan tersebut terlihat, misalnya, pada
asimilasi antara masyarakat dengan bekas narapidana.
Apabila masyarakat
beranggapan bahwa riwayat hidup seorang bekas narapidana merupakan halangan
bagi terjadinya interaksi sosial penuh dengan warga-warga masyarakat lainnya,
ada keraguan apakah masyarakat akan dapat menerimanya kembali. Dalam keadaan
demikian, dapat dimengerti mengapa bekas narapidana tadi pada akhirnya akan
kembali mengadakan interaksi dengan golongan bekas narapidana lain atau
penjahat.
Berdasarkan
penjelasan di atas, dapatlah diketahui bahwa faktor-faktor yang dapat
mempermudah terjadinya suatu asimilasi antara lain adalah:
1) toleransi;
2) kesempatan-kesempatan yang seimbang di bidang ekonomi;
3) sikap menghargai orang asing dan kebudayaannya;
4) sikap terbuka dari golongan yang berkuasa dalam masyarakat;
5) persamaan dalam unsur-unsur kebudayaan;
6) perkawinan campuran (amalgamation);
7) adanya musuh bersama dari luar (Soekanto; 1990).
Proses asimilasi
tak akan terjadi walaupun terdapat pergaulan yang intensif dan luas antara kelompok-kelompok
yang bersangkutan. Hal ini terjadi bila antara kelompok-kelompok tersebut tidak
ada sikap toleran dan simpati. Dalam keadaan demikian proses asimilasi akan
macet. Misalnya, hubungan antara orang-orang Tionghoa di Indonesia yang bergaul
intens dan luas dengan orang-orang asli Indonesia sejak bertahun-tahun yang
lalu, tetapi belum juga terintegrasi ke dalam masyarakat Indonesia.
Faktor-Faktor
Mempengaruhi Asimilasi
Hal ini terjadi
karena adanya sejarah politik pemerintah Belanda sewaktu menjajah Indonesia
yang meletakkan orang Tionghoa lebih tinggi kedudukannya dibandingkan dengan
orang Indonesia; adanya perbedaan ciri-ciri badaniah; in-group feeling yang
sangat kuat pada golongan Tionghoa sehingga mereka lebih kuat mempertahankan
identitas sosial dan kebudayaannya yang eksklusif; dan dominasi ekonomi.
Faktor-faktor umum
yang dapat menjadi penghalang terjadinya asimilasi adalah sebagai berikut:
1. Terisolasinya kehidupan suatu golongan tertentu dalam masyarakat
(biasanya golongan minoritas) Contoh adalah orang-orang Indian di Amerika
Serikat yang diharuskan bertempat tinggal di wilayah-wilayah tertentu (disebut reservation).
Mereka serlah-olah disimpan dalam sebuah kotak tertutup, sehingga hampir tak
mungkin ada hubungan bebas yang intensif dengan orang-orang kulit putih.
Sebaliknya orang kulit putihpun kurang mengetahui tentang seluk-beluk
masyarakat Indian sehingga antara kedua belah pihak timbul prasangka-prasangka.
Prasangka merupakan faktor penghalang berlangsungnya asimilasi.
2. Kurangnya pengetahuan mengenai kebudayaan yang dihadapi dan sehubungan
dengan itu sering kali menimbulkan faktor ketiga.
3. Perasaan takut terhadap kekuatan suatu kebudayaan yang dihadapi. Contoh
proses asimilasi antara suku-suku bangsa di Indonesia yang masih lamban lantaran
sikap toleransi dan simpati belum berkembang dengan semestinya. Pengetahuan
tentang suku-suku bangsa lain hanya terbatas pada unsur-unsur lahiriah belaka
seperti tari-tarian dan pakaian daerah, alat musik, jenis upacara-upacara, dan
sebagainya. Pengetahuan mengenai unsur-unsur kebudayaan lainnya seperti
lembaga-lembaga kemasyarakatan, pola-pola perilaku, sistem kekeluargaan dan
sebagainya, belum mendalam sehingga sering menimbulkan prasangka. Prasangka
tersebut tidak jarang menyebabkan timbulnya rasa takut terhadap kekuatan
sesuatu kebudayaan tertentu.
4. Perasaan bahwa suatu kebudayaan golongan atau kelompok tertentu lebih
tinggi daripada kebudayaan golongan atau kelompok lainnya. Di Indonesia,
umpamanya, perasaan superior masih ada terutama terhadap beberapa suku bangsa
tertentu yang taraf kebudayaannya secara relatif masih rendah, seperti misalnya
terhadap suku-suku bangsa dari daerah Papua yang sebagian besar masih hidup di
alam bebas.
5. Dalam batas-batas tertentu, perbedaan warna kulit atau perbedaan
ciri-ciri badaniah dapat pula menjadi salah satu penghalang terjadinya
asimilasi.
6. In-group feeling yang kuat dapat
pula menjadi penghalang berlangsungnya asimilasi. In-group feeling berarti
adanya suatu perasaan yang kuat sekali bahwa individu terikat pada kelompok dan
kebudayaan kelompok yang bersangkutan. Sikap seperti ini tampak sangat kuat
pada beberapa golongan minoritas di Indonesia, misalnya Arab, Tionghoa, India,
yang mempertajam perbedaan-perbedaan antara mereka dengan orang-orang Indonesia
(asli).
7. Gangguan dari golongan yang berkuasa terhadap golongan minoritas lain
yang dapat mengganggu kelancaran proses asimilasi adalah apabila golongan
minoritas mengalami gangguan-gangguan dari golongan yang berkuasa.
8. Kadangkala faktor perbedaan kepentingan yang kemudian ditambah dengan
pertentangan-pertentangan pribadi juga dapat menyebabkan terhalangnya proses
asimilasi.
Kepentingan-kepentingan
yang berbeda terutama yang bersifat primer dapat menyebabkan dipertajamnya
perbedaan-perbedaan antara lembaga-lembaga kemasyarakatan pada
golongan-golongan tersebut. Asimilasi menyebabkan perubahan-perubahan dalam
hubungan sosial dan dalam pola adat istiadat serta interaksi sosial. Proses
yang disebut terakhir biasa dinamakan akulturasi.
Pengertian
Akulturasi Kebudayaan
Akulturasi terjadi
bila suatu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan yang tertentu dihadapkan
pada unsur-unsur suatu kebudayaan asing yang berbeda sedemikian rupa
sehinggaunsur-unsur kebudayaan asing itu dengan lambat laun diterima dan diolah
dalam kebudayaan sendiri, tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan
itu sendiri. Misalnya dapat dilihat proses akulturasi yang terjadi pada
masyarakat Indonesia antara kebudayaan Hindu-Budha dengan Islam.
Proses akulturasi
yang berjalan dengan baik dapat menghasilkan integrasi antar unsur-unsur
kebudayaan asing dengan unsur-unsur kebudayaan sendiri. Dengan demikian, unsur
kebudayaan asing tidak lagi dilihat dan dirasakan sebagai hal yang berasal dari
luar. Namun demikian hal ini terjadi tidak begitu saja, tetapi melalui proses
pengolahan yang berlangsung dalam waktu yang relatif lama. Misalnya, sistem
pendidikan nasional, pada saat ini banyak meniru dari sistem pendidikan yang
berasal dari negara lain yang sudah mengalami banyak penyesuaian.
Walaupun sudah
melalui proses yang cukup lama, tidak menutup kemungkinan timbulnya kegoncangan
budaya (cultural shock) pada kelompok masyarakat tertentu sebagai akibat
dari adanya berbagaipermasalahan dalam proses akulturasi. Hal ini terjadi
karena masyarakat mengalami frustasi ketika muncul perbedaan yang tajam antara
cita-cita dengan kenyataan.
Pengertian
Proses Disosiatif
Proses-proses
disosiatif sering disebut sebagai oppositional processes, yang sama
halnya dengan kerja sama, dapat ditemukan pada setiap masyarakat, walaupun
bentuk dan arahnya ditentukan oleh kebudayaan dan sistem sosial masyarakat
bersangkutan. Apakah suatu masyarakat lebih menekankan oposisi, atau lebih
menghargai kerja sama? Hal itu tergantung pada unsur-unsur kebudayaan terutama
yang menyangkut sistem nilai, struktur masyarakat, dan sistem sosialnya. Faktor
yang paling menentukan sebenarnya adalah sistem nilai masyarakat tersebut.
Masyarakat Amerika
Serikat, misalnya, bersifat kompetitif; berhasilnya seseorang ditentukan oleh faktor
materi dan individualisme sangat dihargai. Sebaliknya masyarakat Indonesia pada
umumnya bersifat kooperatif karena sistem nilai dalam masyarakat kita lebih
menghargai bentuk kerja sama dibandingkan dengan kompetisi atau bentuk proses
sosial yang bersifat disosiatif.
Pada masyarakat
tertutup, gerak sosial vertikal hampir tidak ada sebagaimana misalnya pada
masyarakat yang mengenal sistem kasta. Persaingan antara kasta tidak begitu
banyak terjadi, walau persaingan antar anggota suatu kasta tertentu ada yang
disebabkan oleh tingkatan hierarkis kasta-kasta tersebut ditentukan menurut
kelahiran warga dan sistem kepercayaan yang telah tertanam dalam masyarakat.
Oposisi dapat
diartikan sebagai cara berjuang melawan seseorang atau sekelompok manusia untuk
mencapai tujuan tertentu. Terbatasnya makanan, tempat tinggal, serta
faktor-faktor lain telah melahirkan beberapa bentuk kerja sama dan oposisi.
Pola-pola oposisi tersebut dinamakan juga sebagai perjuangan untuk tetap hidup
(struggle or existence), yaitu suatu keadaan di mana manusia yang satu
tergantung pada kehidupan manusia yang lainnya, yang menimbulkan kerja sama
untuk tetap dapat hidup.
Perjuangan ini
mengarah pada paling sedikit tiga hal, yaitu perjuangan manusia melawan sesama,
perjuangan manusia melawan makhluk-makhluk jenis lain serta perjuangannya
melawan alam. Perjuangan manusia melawan sesama dapat dilihat pada usaha
manusia untuk melindungi dirinya dari kekuatan-kekuatan dalam masyarakat;
sedangkan yang kedua dapat dilihat pada usaha-usaha manusia untuk melindungi
dirinya terhadap binatang buas.
Perjuangan
menghadapi alam, dapat dilihat dari upaya manusia bekerja keras supaya dapat
bertahan karena tidak di semua tempat keadaan alam menguntungkan kehidupan
manusia. Proses interaksi sosial yang disosiatif meliputi: persaingan,
kontravensi dan pertentangan atau konflik.
Pengertian
Persaingan dan Macam-macam Bentuk Kompetisi
Persaingan atau competition
dapat diartikan sebagai suatu proses sosial, di mana individu atau kelompok-kelompok
manusia yang bersaing mencari keuntungan melalui bidang-bidang kehidupan yang
pada suatu masa tertentu menjadi pusat perhatian umum (baik perseorangan maupun
kelompok manusia) dengan cara menarik perhatian publik atau dengan mempertajam
prasangka yang telah ada tanpa mempergunakan ancaman atau kekerasan.
Persaingan
mempunyai dua tipe umum, yakni yang bersifat pribadi dan tidak pribadi.
Persaingan yang bersifat pribadi, dinamakan rivalry, antara orang dengan orang,
atau individu dengan individu secara langsung bersaing untuk memperoleh
kedudukan tertentu di dalam suatu organisasi, memperoleh prestasi tertinggi,
mendapatkan penghargaan dan sebagainya.
Persaingan yang
tidak bersifat pribadi adalah persaingan antar kelompok, misalnya antara dua
perusahaan besar yang bersaing dalam memasarkan produknya di suatu wilayah
tertentu. Persaingan yang terjadi diantara umat manusia dapat diklasifikasikan
menjadi beberapa beberapa bentuk persaingan, antara lain:
1.
Persaingan ekonomi
Persaingan di
bidang ekonomi timbul karena terbatasnya persediaan apabila dibandingkan dengan
jumlah konsumen. Dalam teori ekonomi klasik, persaingan bertujuan untuk
mengatur produksi dan distribusi. Persaingan merupakan salah satu cara untuk
memilih produsenprodusen yang baik. Bagi masyarakat selaku konsumen, hal
demikian dianggap menguntungkan karena produsen yang terbaik akan memenangkan
persaingannya dengan cara memproduksi barang dan jasa yang lebih baik dan
dengan harga yang rendah. Namun, kenyataannya tidak selalu demikian karena
kemungkinan besar untuk mempertahankan kehidupan bersama, perusahan besar harus
melakukan kerjasama. Selain itu, perusahaan besar yang mulamula bersaing sering
kali harus bekerja sama untuk dapat memonopoli pasaran jenis barang barang
tertentu.
2.
Persaingan kebudayaan
Persaingan dalam
bidang kebudayaan menyangkut persaingan di bidang keagamaan, bahasa, kesenian,
lembaga kemasyarakatan seperti pendidikan, dan sebagainya. Persaingan
kebudayaan dapat dilihat dari upaya-upaya yang dilakukan negara-negara maju dengan
memberi kesempatan kepada siswa-siswa Indonesia untuk melakukan kajian terhadap
kebudayaannya, memberi beasiswa dan kesempatan belajar kebudayaan setempat dan
sebagainya.
3.
Persaingan kedudukan dan peranan
Adalah persaingan
untuk mendapatkan kedudukan atau peranan yang lebih tinggi dalam suatu
organisasi. Apabila seseorang dihinggapi perasaan bahwa kedudukan dan
peranannya sangat rendah, dia pada umumnya hanya menginginkan kedudukan dan
peranan yang sederajat dengan orang-orang lain. Selanjutnya orang-orang yang
mempunyai rasa rendah diri yang tinggi pada umumnya mempunyai keinginan kuat
untuk mengejar kedudukan dan peranan yang terpandang dalam masyarakat sebagi
kompensasi. Kedudukan dan peranan yang dikejar tergantung dari apa yang paling
dihargai oleh masyarakat pada suatu masa tertentu.
4.
Persaingan ras
Perbedaan ras, baik
karena perbedaan warna kulit, bentuk tubuh, maupun corak rambut dan sebagainya,
hanya merupakan suatu perlambang kesadaran dan sikap atas perbedaan-perbedaan
dalam kebudayaan. Hal ini disebabkan karena ciri-ciri badaniah lebih mudah
terlihat dibanding unsur-unsur kebudayaan lainnya. Misalnya persaingan antara
kulit hitam dan kulit putih di Amerika Serikat, persaingan antara suku madura
dan suku jawa dalam memperebutkan imej sebagai pedagang sate, dan banyak lagi
contoh-contoh kasus tentang hal ini.
Persaingan dalam
kehidupan manusia mempunyai beberapa fungsi, antara lain:
1) menyalurkan keinginan-keinginan individu atau kelompok yang bersifat
kompetitif;
2) sebagai jalan di mana keinginan, kepentingan serta nilai-nilai yang pada
suatu masa menjadi pusat perhatian, tersalurkan dengan baik oleh mereka yang
bersaing;
3) dalam hal ini persaingan berfungsi untuk menyuguhkan
alternatif-alternatif sehingga keinginan tadi terpuaskan sebanyak mungkin;
4) sebagai alat untuk mengadakan seleksi atas dasar seks dan sosial,
persaingan berfungsi untuk mendudukkan individu pada kedudukan serta peranan
yang sesuai dengan kemampuannya; dan
5) sebagai alat menyaring para warga golongan yang fungsional untuk
kepentingan kelompok atau organisasi.
Persaingan antar
manusia dalam kehidupannya, membawa akibat yang mungkin saja bersifat asosiatif
atau disosiatif. Suatu persaingan bisa membawa akibat pada:
1) pengembangan atau perubahan kepribadian seseorang;
2) kemajuan masyarakat;
3) solidaritas kelompok; dan
4) disorganisasi.
Pengertian
Kontravensi dan Bentuk / Tipe-Tipe Kontravensi
Kontravensi adalah
suatu bentuk proses sosial yang berada diantara persaingan dan pertentangan
atau konflik. Kontravensi ditandai oleh adanya gejala ketidakpastian mengenai
diri seorang atau suatu rencana dan persaan tidak suka yang disembunyikan,
kebencian, keragu-raguan terhadap kepribadian seseorang.
Kontravensi adalah
sikap mental yang tersembunyi terhadap orang-orang lain atau terhadap
unsur-unsur kebudayaan suatu golongan tertentu. Sikap tersembunyi ini bisa
berubah menjadi kebencian, akan tetapi tidak menjadi sebuah pertentangan atau
konflik. Contoh sikap kita terhadap orang yang tidak disukai, sikap terhadap
guru yang tidak disenangi, atau sikap kita terhadap program pemerintah yang
tidak sesuai dengan keinginan.
Bentuk-bentuk
kontravensi yang terjadi dalam kehidupan manusia antara lain adalah sebagai
berikut:
1. Perbuatan-perbuatan seperti penolakan, perlawanan, menghalang-halangi,
protes, mengganggu, mengacaukan rencana orang lain dan sebagainya.
2. Pernyataan keras tentang sesuatu di muka umum, memaki-maki baik secara
langsung atau menggunakan media surat, tulisan, memfitnah dan sebaginya.
3. Menghasut, menyebar desas-desus, mengecewakan pihak lain dan sebagainya.
4. Menceritakan rahasia pihak lain, berkhianat dan sebagainya.
5. Mengejutkan lawan, mengganggu, membingungkan lawan
Tipe-tipe
kontravensi yang terjadi dalam kehidupan manusia antara lain:
1) kontravensi antar generasi dalam masyarakat;
2) kontravensi yang menyangkut seksual;
3) kontravensi parlementer;
4) kontravensi antar masyarakat;
5) antagonisme keagamaan;
6) kontravensi intelektual; dan
7) oposisi moral.
Pengertian
Pertentangan dan Sebab Terjadinya Konflik
Perbedaan-perbedaan
pada manusia, baik itu fisik, pendapat, ide, maupun sikap dan perilaku bilamana
berlebihan dalam menyikapi bisa menjadikan konflik antara yang bersangkutan.
Pertentangan atau konflik adalah suatu proses sosial dimana individu atau
kelompok berusaha memenuhi kebutuhan atau tujuannya dengan jalan menantang
fihak lawan yang disertai dengan ancaman atau kekerasan.
Perasaan memegang
peranan penting terjadinya konflik, perasaan benci dan marah mendorong
seseorang untuk melukai, menyerang bahkan menghancurkan pihak lain. Konflik
antar manusia baik secara individual maupun kelompok pada umumnya disebabkan
oleh:
1) perbedaan pendirian dan perasaan diantara individu atau kelompok;
2) perbedaan kebudayaan diantara kelompok;
3) perbedaan kepentingan antar individu dalam kelompok; dan
4) perubahan sosial, ang terjadi bisa mengakibatkan terjadinya konflik,
karena adanya perbedaan yang keras dinatara manusia tentang nilai-nilai.
Pertentangan atau
konflik mempunyai beberapa bentuk, diantaranya adalah:
1) pertentangan pribadi;
2) pertentangan rasial;
3) pertentangan antara kelas-kelas sosial; (antara majikan-buruh);
4) pertentangan politik; dan
5) pertentangan internasional.
Sedangkan akibat
dari adanya pertentangan dalam hidup manusia adalah:
1) meningkatkan solidaritas sosial in-group;
2) goyah dan retaknya persatuan;
3) perubahan kepribadian para individu;
4) hancurnya harta benda dan jatuhnya korban manusia; dan
5) akomodasi, dominasi, dan takluknya salah satu pihak.
Kehidupan pada masa
sekarang ini, kalau kita ingin eksis dan sukses, kita tidak bisa melepaskan
diri pada:
(a) kerjasama
(b) persaingan,
(c) akomodasi, dan
(d) konflik.