Dengan
mempertimbangkan asas keadilan dan kepatutan bagi Warga Negara Indonesia (WNI)
bekas warga Provinsi Timor Timur (Timtim) yang berdomisili di luar Provinsi
Nusa Tenggara Timur (NTT) pasca jajak pendapat tahun 1999, pemerintah memandang
perlu memberikan dana kompensasi.
Atas
dasar pertimbangan itu, Presiden Joko Widodo pada tanggal 30 Maret 2016 telah
menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 25 Tahun 2016 tentang Pemberian
Kompensasi Kepada WNI Bekas Warga Timtim Yang Berdomisli di luar Provinsi NTT.
Menurut
Perpres tersebut, kepala keluarga Warga Negara Indonesia bekas warga Provinsi
Timor Timur yang berdomisili di luar Provinsi Nusa Tenggara Timur diberikan
Kompensasi.
“Besaran
Kompensasi sebagaimana dimaksud sebesar Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah)
per keluarga, yang diberikan melalui bantuan langsung,” bunyi Pasal 2 ayat
(2,3) Perpres tersebut.
Dalam
hal kepala keluarga penerima bantuan kompensasi meninggal dunia, menurut
Perpres ini, kompensasi dapat diberikan kepada ahli waris sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pemberian
Kompensasi kepada Warga Negara Indonesia bekas warga Provinsi Timor Timur yang
berdomisili di luar Provinsi Nusa Tenggara Timur itu, menurut Perpres ini,
dilaksanakan oleh Menteri (yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
sosial).
Kriteria
Penerima Kompensasi
Adapun
kriteria pemberian kompensasi bagi WNI eks Warga Timtim yang berdomisili di
luar Provinsi NTT adalah:
- Warga
Negara Indonesia penduduk bekas warga Provinsi Timor Timur yang lahir di
wilayah Provinsi Timor Timur dan pada saat jajak pendapat telah berusia 17
(tujuh belas) tahun;
- Warga
Negara Indonesia penduduk bekas warga Provinsi Timor Timur yang lahir di luar
wilayah Provinsi Timor Timur tetapi salah satu orang tuanya lahir di wilayah
Provinsi Timor Timur dan pada saat jajak pendapat telah berusia 17 (tujuh
belas) tahun;
- Warga
Negara Indonesia penduduk bekas warga Provinsi Timor Timur yang kawin dengan
orang yang lahir di wilayah Provinsi Timor Timur dan pada saat jajak pendapat
telah berusia 17 (tujuh belas) tahun;
- Warga
Negara Indonesia penduduk bekas warga Provinsi Timor Timur yang kawin dengan
orang yang lahir di luar wilayah Provinsi Timor Timur, tetapi salah satu orang
tua pasangannya lahir di wilayah Provinsi Timor Timur dan pada saat jajak
pendapat telah berusia 17 (tujuh belas) tahun; atau
- Warga
Negara Indonesia yang bukan warga Provinsi Timor Timur namun dapat
dikategorikan sebagai penduduk Provinsi Timor Timur jika tempat tinggal minimal
dalam kurun waktu 5 (lima) tahun sebelum waktu diumumkan hasil jajak pendapat pada
tanggal 4 September 1999 dan pada saat jajak pendapat telah berusia 17 (tujuh
belas) tahun.
“Kementerian
Dalam Negeri dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan melakukan verifikasi
untuk mendapatkan data jumlah penerima Kompensasi,” bunyi Pasal 6 Perpres
tersebut.
Hasil
verifikasi sebagaimana dimaksud, menurut Perpres ini, dilakukan validasi oleh
Menteri berkoordinasi dengan Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan,
dan Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, serta dibantu oleh Kepala
Dinas Sosial Kabupaten/Kota, yang dilaksanakan sebelum pembayaran dengan
melampirkan bukti-bukti sesuai kriteria dan syarat yang ditentukan.
“Pemberian
Kompensasi sebagaimana dimaksud merupakan Kompensasi terakhir yang bersifat
final, diberikan 1 (satu) kali, dan tidak ada lagi tuntutan apapun kepada
Pemerintah,” bunyi Pasal 8 ayat (1) Perpres tersebut. Sementara di ayat
berikutnya ditambahkan, bahwa pemberian kompensasi sebagaimana dimaksud
dibayarkan paling lambat tanggal 31 Desember 2016.
Perpres
ini juga menegaskan, pembiayaan yang diperlukan untuk pelaksanakan Kompensasi
dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Dengan
diberlakukannya Peraturan Presiden ini, maka Keputusan Presiden Nomor 25 Tahun
2003 tentang Pendataan Penduduk Bekas Provinsi Timor Timur, dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.
“Peraturan
Presiden ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan,” bunyi Pasal 12 Peraturan
Presiden Nomor 25 Tahun 2016 yang telah diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM
Yasonna H. Laoly pada tanggal 4 April 2016 itu. (Pusdatin/ES)