Tajuk rencana atau editorial adalah karangan yang
bersifat argumentatif yang ditulis oleh redaktur media massa mengenai hal-hal
yang faktual dan aktual (sedang terjadi atau banyak dibicarakan orang).
Isi tajuk merupakan pandangan atau tanggapan dari
penulisnya mengenai suatu permasalahan atau peristiwa. Tajuk rencana juga
diistilahkan dengan editorial.
Contoh Tajuk Rencana:
KOMERSIALISASI
PENDIDIKAN
Keluhan bertubi-tubi datang. Orang tua mengadu
tentang besarnya biaya sekolah negeri dan swasta yang sama-sama “ganas”
melakukan pungutan.
Istilah komersialisasi pendidikan marak belakangan
ini. Berbeda dengan tahun lalu, keluhan komersialisasi tahun ini lebih masif.
Unjuk rasa masyarakat menggarisbawahi keluhan orang tua. Penegasan pemerintah, pungutan
boleh dilakukan asal terkendali dan tidak komersial, bisa kontraproduktif.
Penegasan itu dianggap bukan pelarangan, tetapi
pembenaran. Sekolah negeri, juga perguruan tinggi negeri tidak kalah mahal
dibandingkan swasta. Sebagai contoh, uang penerimaan siswa baru SMA negeri di
Jakarta Timur Rp 7.375.000, sementara di SMA swasta di Jakarta pusat Rp
11.718.000. Bangku sekolah dijualbelikan!
Keresahan orang tua mengingatkan para pengambil
keputusan. Meski Indonesia sudah merdeka lebih dari 60 tahun, belum pernah
masalah pendidikan ditangani serius. Belum selesai soal ujian, muncul soal
buku, kurikulum, merosotnya mutu, dan seterusnya.
Memang setelah reformasi dibanding era sebelumnya,
ada langkah maju setapak. Dulu baru sebatas penegasan pentingnya pendidikan (pengembangan
SDM), sekarang penambahan alokasi 20 persen dari total anggaran nasional.
Sampai tahun ini, baru terealisasi 8 persen. Pro dan kontra masih riuh, di
antaranya daya dukung manajemen Depdiknas.
Oleh karena itu, tak perlu kaget ketika Jepang
mengalokasikan anggaran pendidikan 100 kali lipat dibanding Indonesia.
Sebaliknya, harus kaget ketika Banglades, negara kecil dan miskin,
mengalokasikan anggaran 2,9 persen dari anggaran nasional mereka; sementara
Indonesia di era bersamaan hanya 1,4 persen.
Pendidikan adalah tugas masyarakat dan pemerintah.
Ketika praksis pendidikan tidak lagi dominan sebagai kegiatan sosial tetapi
bisnis, hukum dagang “ada rupa ada harga” berkembang subur. Menyelenggarakan lembaga
pendidikan serupa lembaga bisnis. Memang dari sana pula lembaga pendidikan
swasta berkembang.
Ketika pemerintah juga melakukan praktik yang sama,
timbul pertanyaan, negeri dan swasta kok sama? Lembaga-lembaga sekolah negeri ikut
“ganas” melakukan berbagai pungutan. Parodi pendidikan hanya menghasilkan air
mata memperoleh pembenaran.
Anggaran cukup bukan segala-galanya. Ketersediaan
anggaran baru memenuhi salah satu dari sekian persyaratan praksis pendidikan.
Namun, ketersediaan anggaran mencerminkan seriusnya perhatian, keberanian memberikan
prioritas, dan sesuatu yang tidak selesai hanya jadi wacana berkepanjangan. (Sumber:
Kompas, Jum’at ,13 Juli 2007)