Ini salah satu hal yang kurang menyenangkan bagi Bapak/Ibu Guru yang telah bersertifikat pendidik yang semestinya mendapatkan tunjangan sertifikasi guru, eh malah gagal. Apa penyebabnya, silahkan disimak informasi yang senada yakni nasib
pilu yang dialami 300 guru PNS yang mengajar di SMA dan SMP di Kota Bengkulu. Mereka
tidak mendapatkan tunjangan sertifikasi meskipun sudah memiliki sertifikat
kompetensi.
Kabar
beredar, penyebab tidak mendapat tunjangan karena Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan (Kemendikbud) mencatat jam mengajar mereka kurang dari 24 jam dalam
seminggu.
Wali
Kota Bengkulu H. Helmi Hasan, SE saat hadir dalam acara Musyawarah Wilayah Kerukunan
Keluarga Sulawesi Selatan (KKS) di Hotel Raffles City Pantai Panjang, saat
ditanya belum mau berkomentar.
Sementara
itu Kabag Humas Sekretariat Kota Bengkulu Dr. H. Salahudin Yahya mengatakan
permasalahan yang terjadi hanya kesalahan manajemen pendistribusian saja. Sebab
guru di Kota Bengkulu banyak menumpuk di sekolah-sekolah yang berada di pusat
Kota Bengkulu.
Guru
banyak tidak mau ditempatkan di sekolah pinggiran Kota Bengkulu. Sehingga
akhirnya mereka tidak bisa memenuhi kewajiban mengajar 24 jam selama seminggu.
“Di
pusat kota memang seolah guru kita penuh. Namun di sekolah pinggiran guru masih
banyak yang kurang. Ini karena kecenderungan guru kita mau mengajar di lokasi
sekolah yang dekat dengan rumahnya saja,” kata pria yang akrab disapa Daeng
itu.
Sementara
itu Plt Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kota Bengkulu Dra.
Rosmayetti,MM mengatakan, Disdikbud akan membuat usulan dan permohonan solusi
terkait dengan guru yang kekurangan jam mengajar.
“Kita
akan minta solusi dengan pemerintah kota. Besok (hari ini, red) juga akan
berkonsultasi dengan biro hukum untuk mencarikan solusi mengenai masalah guru
sertifikasi yang terkendala jam mengajarnya itu,” terangnya.
Ketua
PGRI Kota Bengkulu Heri Suryadi menjelaskan, mereka sudah mengusulkan kepada
Walikota Bengkulu Helmi Hasan supaya mengalihstatuskan guru bidang studi yang
tidak dapat jam mengajar itu menjadi guru kelas SD. Sebab guru kelas SD masih
banyak kurang. Namun sejauh ini belum direalisasikan.
“Ya
yang bisa mengambil kebijakan itu walikota. PGRI dan Dinas Pendidikan tidak
bisa mengambil kebijakan itu,” terangnya. (del/sam/jpnn)