Kegiatan
lain dalam refleksi pembelajaran dengan cara mendiagnosis kesulitan belajar
siswa. Dengan mengetahui kesulitan belajar, guru dapat memperbaiki strategi
pembelajaran sesuai dengan karakteristik dan hasil analisis kesulitan tersebut.
Pada dasarnya ada kesamaan antara profesi seorang guru dan profesi seorang
dokter, seorang dokter dalam menetapkan jenis penyakit dan jenis obat yang akan
diberikan, melalui kegiatan diagnosa terhadap pasiennya.
Kegiatan
dokter dalam mendiagnosa pasien biasanya melalui wawancara dan dokumen kemajuan
pemeriksaan sebelumnya. Sedangkan seorang guru dalam menetapkan jenis kesulitan
belajar peserta didik salah satunya dapat melalui kegiatan penilaian atau tes.
Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001) diagnosis mempunyai arti (1) penentuan
jenis penyakit dengan cara meneliti (memeriksa) gejala-gejalanya. (2)
pemeriksaan terhadap suatu hal. Demikian pula halnya pekerjaan guru. Sebelum
memberikan pembelajaran perbaikan (pembelajaran remidi), guru perlu terlebih
dahulu mencari penyebab kesulitan belajar siswanya atau mendiagnosis kesulitan
siswa dalam belajar. Beberapa referensi maupun pengalaman mengelola
pembelajaran menunjukkan bahwa kesulitan belajar belajar siswa disebabkan oleh
beberapa faktor.
Tingkat
dan jenis sumber kesulitannya beragam. Mengutip Brueckner dan Bond, dalam
Rahmadi (2004: 6) mengelompokkan sumber kesulitan itu menjadi lima faktor,
yaitu:
1)
Faktor
Fisiologis. Yang dimaksud kesulitan belajar siswa yang dapat ditimbulkan oleh
faktor fisiologis, yaitu kesulitan belajar yang disebabkan karena gangguan
fisik seperti gangguan penglihatan, pendengaran, gangguan sistem syaraf dan
lain-lain.Dalam hubungannya dengan faktor-faktor di atas, umumnya guru
matematika tidak memiliki kemampuan atau kompetensi yang memadai untuk
mengatasinya. Yang dapat dilakukan guru hanyalah memberikan kesempatan kepada
siswa yang memiliki gangguan dalam penglihatan atau pendengaran tersebut untuk
duduk lebih dekat ke meja guru. Selebihnya, hambatan belajar tersebut hendaknya
diatasi melalui kerjasama dengan pihak yang memiliki kompetensi dalam mengatasi
kesulitan siswa seperti tersebut di atas, misalnya dengan guru SLB. Sementara
pemerintah sudah membuka program sekolah insklusi dengan pengawasan dan
pembimbingan dari guru-guru SLB.
2)
Faktor
Sosial. Lingkungan keluarga, masyarakat dan sekolah sangat berpengaruh terhadap
motivasi belajar matematika siswa, suatu keluarga yang tercipta suasana
kondusif dalam belajar akan menjadikan anak termotivasi tinggi dalam belajar
dan nyaris tidak ada kesulitan belajar. Demikian juga pergaulan siswa di
masyarakat dan di sekolah yang mengutamakan suasana belajar yang kondusif maka
siswa mempunyai motivasi belajar yang tinggi pula.
3)
Faktor
Emosional. Siswa akan cepat emosi, mudah tersinggung, mudah marah, dapat
menghambat belajarnya, keadaan siswa seperti tersebut diatas disebabkan oleh
masalah-masalah sebagai berikut: siswa mengkonsumsi minuman keras, ekstasi dan
sejenisnya, siswa kurang tidur, ada masalah keluarga sehingga siswa sulit untuk
melupakannya, dan sebagainya.
4)
Faktor
Intelektual. Siswa yang mengalami kesulitan belajar disebabkan oleh faktor
intelektual, umumnya kurang berhasil dalam menguasai konsep, prinsip, atau
algoritma, walaupun telah berusaha mempelajarinya. Siswa yang mengalami
kesulitan mengabstraksi, menggeneralisasi, berpikir deduktif dan mengingat
konsep-konsep maupun prinsip-prinsip biasanya akan selalu merasa bahwa
matematika itu sulit. Siswa demikian biasanya juga mengalami kesulitan dalam
memecahkan masalah terapan atau soal cerita. Untuk membantu siswa yang
mengalami kesulitan belajar matematika karena faktor intelektual dengan
memberikan waktu lebih lama dalam mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru.
Karena pada dasarnya siswa tersebut butuh waktu lebih lama dalam berfikir, dan
menyelesaikan tugas dibanding siswa-siswa yang lain.
5)
Faktor
Pedagogis. Faktor lain yang menyebabkan siswa kesulitan belajar adalah faktor
pedagogis yaitu faktor kurang tepatnya guru mengelola pembelajaran dan
menerapkan metodologi. Misalnya guru masih kurang memperhatikan kemampuan awal
yang dimiliki siswa, guru langsung masuk ke materi baru. Ketika menerangkan
bagian-bagian bahan ajar yang menunjang tercapainya suatu kompetensi bisa saja
sudah jelas, namun jika secara keseluruhan tidak dikemas dalam suatu struktur
pembelajaran yang baik, maka kompetensi dasar dalam penguasaan materi dan
penerapannya tidak selalu dapat diharapkan berhasil. Secara umum, cara guru memilih
metode, pendekatan dan strategi dalam pembelajaran akan berpengaruh terhadap
kemudahan atau kesulitan siswa dalam belajar. Perasaan lega atau bahkan sorak
sorai pada saat bel berbunyi pada akhir jam pelajaran matematika adalah salah
satu indikasi adanya beban atau kesulitan siswa yang tak tertahankan. Jika
demikian maka guru perlu introspeksi pada sistem pembelajaran yang
dilaksanakan.